Pelajaran dan Tugas Sekolah

Naskah Drama Patuh Pada Orang tua

Berikut ini adalah drama yang bertemakan patuh pada orang tua. Drama ini mengisahkan seorang anak laki-laki yang durhaka pada orang tua nya dan kemudian sadar dan menjadi patuh kepada orang tua, langsung saja simak dramanya dibawah ini.

>> Daftar Pemain

1. Azzam
2. Fatimah
3. Husnah
4. Ustad Fajar
5. Yahud
6. Sony
7. Annisa
8. Polisi

>> Naskah Drama

Pada suat hari hiduplah seorang wanita tua bersama dua anaknya, sifatnya yang sangat sabar, dan tidak pernah mendidik anaknya dengan cara memukuli mereka, dia adalah Fatimah. Anak perempuannya sangat cantik, sayang dan penurut kepada ibunya, namanya Husnah. Sedangkan anak laki-lakinya mempunyai sifat yang sangat kasar, egois dan durhaka kepada ibunya, dia adalah Azzam.

Adegan 1

Di suatu subuh, Fatimah bersama anaknya, Husnah bangun untuk menunaikan salat subuh. Dia membangunkan Husnah yang sedang tertidur lelap.

Fatimah : “Husnah! Bangun mi nak!” (sambil menjahit)
Husnah : “Iye bu!” (sambil manguap)
Fatimah : “Cepat mi sana pergi ambil air wudu, nanti waktu subuh sudah selesai!”
Husnah : “Tunggu dulu bu. Saya perbaiki tempat tidur.”
Fatimah : “Mana kakakmu Azzam?”
Husnah : “Saya tidak tahu mi itu. Mungkin dia masih tidur. Tadi malam sudah larut malam mi da pulang. Hmmm... Kakak Azzam mau salat? Boro-boro mau salat! Bangun saja sudah susah! Kalau kak Azzam salat mungkin sudah kiamat mi dunia bu!”
Fatimah : “Hus! Jangko bicara seperti itu nak. Begitu-begitu dia itu saudaramu juga. Azzam itu hanya salah bergaul ji. Tetapi sebenarnya sifatnya tidak seperti itu nak. Justru kita sebagai keluarga harus mengingatkan dia.”
Husnah : “Ini mi yang saya tidak suka sama ibu. Sudah jelas kak Azzam salah kita masih bela. Justru ibu harus kasih dia pelajaran supaya dia tobat! Sudah buat masalah, curi kedondongnya orang, kenapa juga dia pergi curi kedondongnya orang na banyaknya di pasar!”
Fatimah : “Sudah pergi mi cepat ambil air wudu baru kita salat berjamaah. Jangan lupa nah kalau lewat di kamarnya kakakmu, bangunkan dia, supaya kita sama-sama salat berjamaah.”
Husnah : “Kita mi bu! Kalau saya, pasti dia tidak mau bangun! Banyak alasannya bela!” (sambil meninggalkan ibunya)
Fatimah pun langsung ke kamar Azzam untuk membangunkannya salat subuh berjamaah. Dan ternyata Azzam masih tertidur dengan lelapnya.

Fatimah : “Azzam, bangun mi nak! Sudah subuh. Kita salat berjamaah.”
Azzam : “Huuuaaammm! Hu... Bu kenapa datang ke sini ganggu orang tidur saja beh! Saya tau ji ini sudah subuh. Saya lagi asyik bermimpi juga! Saya malas salat deh!” (menutup mukanya sambil tertidur)
Fatimah : “Astagfirullah Azzam! (menggelengkan kepalanya) Bisanya kamu bicara seperti itu sama ibu! Siapa yang ajar kamu begitu? Kamu itu kayak tidak punya aturan. Tadi malam kamu pulang jam berapa?”
Azzam : “Apa urusannya ibu mau tadi malam saya pulang jam berapa? Itu urusanku! Lagi pula saya sudah besar mi bu!”
Fatimah : “Siapa yang bilang kamu masih seperti bayi. Cepat mi bangun kita salat subuh. Kalau kamu bangun Kesiangan rezekimu nanti da patok ayam.”
Azzam : “Sudah mi bu! Tidak usah ceramah lagi! Saya capek bu! Saya mau tidur dulu! Kalau ibu mau salat, salat duluan saja!” (sambil memejamkan matanya)
Fatimah : “Azzam... Azzam... Sampai kapan kamu begini terus. Kapan pi itu ko insaf nak?” (sambil meninggalkan Azzam)

Adegan 2

Waktu menunjukkan pukul 13.00 siang. Azzam bersama teman-temannya, Yahud dan Sony sedang bermain kartu di pos kamling. Mereka sambil bercerita tentang waktu semalam dan juga pekerjaan.

Yahud : “He! (berbicara kepada Azzam) Bro tadi malam ko pulang jam berapa?”
Azzam : “Jam 2. Kenapa?” (sambil mengocok kartu)
Sony : “Hah? Jam 2? Hahahaha!!! Kalau saya jam 4 saya pulang tadi malam.”
Yahud : “Sony, bukan kamu yang saya tanya!”
Sony : “Ih! Kenapa mi katanya kalau saya curhat? Marahkah?”
Azzam : “Sudah-sudah mi itu. Kalian mau berkelahi? Berkelahi mi!”
Yahud : “Iya deh! Tadi malam ko pulang lewat rumahnya Ustad Fajar?” (dalam keadaan kesal)
Azzam : “Kenapa ko tanya begitu? Nyatanya mi saya lewati rumahnya Ustad Fajar! Nah sementara rumahnya dengan rumahku satu lorong!”
Yahud : “Iyo di! Kenapa saya tidak berpikir seperti itu?”
Sony : (langsung memotong pembicaraan) “Memang kamu Yahud, kadang-kadang datang goblokmu juga pale!”
Azzam : “Memangnya kenapakah dengan rumahnya Ustad Fajar?”
Yahud : “Tidak ji! Saya Cuma tanya-tanya ji!”
Sony : “Eh Zam! Saya punya rencana baru buat kita! Bagaimana kalau kita melamar kerja. Saya bosan mi tiap hari main kartu terus. Tidak lama mukanya kita seperti kartu!”
Azzam : “Memangnya ko mau melamar kerja di manakah? Zaman sekarang susah sekali cari kerja. Dulu saja saya melamar di kantor saya tidak diterima pa!”
Sony : “Memangnya dulu ko melamar kerja di manakah? Sampai-sampai ko tidak diterima segala?” (sembil menyelidik)
Azzam : “Dulu saya melamar kerja di kantor Walikota.”
Sony : “Hahahaha!!! Pantasan ko tidak diterima! Kalo orang melamar kerja di kantor itu pake jasa! Tamat SMA saja tidak tamat! Kalau yang saya tawarkan ini sama kamu nggak pake jasa, hanya pake tenaga ji!”
Azzam : “Ko juga bicara terlalu bertele-tele pa! To the point saja kalau ko bicara! Kerja apakah?”
Sony : “Jadi sopir angkot. Ko mau ji kah?” (menawarkan)
Yahud : (langsung memotong pembicaraannya Azzam dengan Sony) “Hahaha! (tertawa) Ko juga itu Sony ko tawarkan orang jadi sopir angkot pa! Memangnya tidak ada kerjaan lain? Sekarang ini sudah zaman modern bro! Masa keren-keren begini mau jadi sopir angkot! Apa kata dunia?”
Sony : “Memangnya kalau kamu, mau kerja di mana? Biar jadi sopir angkot, yang penting halal bro!” (membanggakan)
Yahud : “Kalo saya nanti yang melamar pekerjaan, pekerjaannya itu harus yang elit-elit!”
Sony : “Hahahaha!!! Tidak usah bermimpi terlalu tinggi! Ujung-ujungnya ko jadi penjaga WC ji juga!”
Azzam dan Sony : “Hahahaha...!!!” (menertawakan Yahud)

Adegan 3

Di pagi hari, Fatimah dan anaknya Husnah pergi ke rumah Ustad Fajar dalam rangka sebagai pembantu rumah tangga. Annisa adalah istri dari Ustad Azzam. Dia adalah seorang ibu yang baik hati dan juga dermawan.

Husnah : “Bu, sejak ayah telah meninggalkan kita, abang Azzam malah semakin menjadi-jadi. Sering bentak ibu, sering buat masalah, mencuri. Sampai kapan seperti itu kasihan bu? Coba pi ibu bersikap tegas saja sama kak Azzam supaya dia patuh juga sama ibu?”
Fatimah : “Husnah, si Azzam itu hanya salah bergaul ji. Seperti yang sudah ibu bilang tempo hari, ibu tahu sikap kakakmu itu. Dia tidak seperti itu. Makanya kita jangan berhenti untuk mendoakan dia, supaya dia jadi anak yang penurut.” (menasihati)
Husnah : “Bu, jangan hanya berdoa bu! Tapi juga harus berusaha. Pokoknya ibu mi yang harus punya andil penting. Ibu harus kasih pelajaran sama kak Azzam!”
Fatimah : “Tidak boleh seperti itu nak. Cara mendidik bukan dengan cara yang kasar, karena Azzam orangnya keras, berarti kita yang harus bersikap lembut. Karena ada pepatah mengatakan batu ketemu batu akhirnya pecah. Nah, sama kalau kita andai untuk menghadai Azzam nanti hubungan keluarga kita malah pecah seperti batu tadi.”
Husnah : “Io di betul bu. Saya setuju sama ibu.”

Tiba-tiba Annisa datang.

Annisa : “Bu Fatimah, ada yang mau saya bilang.”
Fatimah : “Ie! Kenapa bu?”
Annisa : “Mulai bulan depan ada mi tambahan gaji ji ta.”
Fatimah : “Oh iye terima kasih bu! Saya tidak tahu mi mau bilang apa sama kita. Karena sudah banyak membantu keluarganya kita bu. Kalau tidak ada ibu mungkin sekarang saya dengan anak-anakku sudah di kolong jembatan sekarang.” (perasaan senang)
Husnah : “Ie bu! Jarang-jarang di dunia ini ada orang sebaik ibu.”
Annisa : “Biasa ji Husnah. Tidak usah lebay begitu. Niatku hanya mau membantu keluarga kalian. Kalau begitu saya ke kantor begitu. Sebentar jam 12 baru pulang.”
Fatimat : “Oh iye, hati-hati ki pulang”
Annisa : “Iya. Assalamualaikum.”
Husnah dan Fatimah : “Wa’alakumsalam Warahmatullah.” (menertawakan Yahud)

Adegan 4

Yahud sedang duduk di tempat nongkrong di pos kamling dan kemudian Azzam sedang berjalan-jalan dekat situ. Yahud kemudian memanggilnya ke pos kamling dan membuat perencanaan kepada Azzam.

Yahud : “Bro, saya punya rencana buat kita.”
Azzam : “Rencana apa?”
Yahud : “Begini, kemarin ‘kan si Sony, dia ajak ko untuk melamar kerja jadi sopir angkot. Mendingan sebentar malam kita rampok rumahnya Ustad Fajar.”
Azzam : “Maksudmu?”
Yahud : “Ah! Kau ini goblok atau pura-pura tidak tahu? Begini, orang terkaya di kampungnya kita ‘kan Ustad Fajar. Nah kalo kita rampok barang-barang berharganya. Hanya dengan satu malam kita akan kaya! Beda kalau jadi sopir angkot. Sampai ko beruban jadi sopir angkot ko tidak akan kaya-kaya kasihan!”
Azzam : “Ko sudah yakinkah dengan rencanamu itu?” (ragu-ragu)
Yahud : “Iyalah!” (santai)
Azzam : “Tapi?” (berpikir)
Yahud : “Ah! Sudah! Tidak usah mi ko berpikir! Ini kesempatan emas buat kita! Kapan lagi kita akan jadi orang kaya, bro! Ko bodoh sekali kita mau ajak jadi orang kaya. Ko tidak mau kah?”
Azzam : “Masalahnya ini to konsenkuensinya tinggi bela! Kalau kita didapat sama Ustad Fajar, bagaimana mi? Memangnya ko mau tanggung kah kalau saya dilaporkan sama polisi?”
Yahud : “Kalo sama saya ko jalan, tidak usah mi ko khawatir. Nanti semua saya yang tanggung. Ko tidak sendiri ji. Masih ada ji saya temanmu. Bagaimana?” (menghasut)
Azzam : “Oke mi kalau begitu.” (terlihat yakin)

Adegan 5

Tepat pukul 12.00 malam, Azzam dan Yahud pun berangkat menuju ke rumah Ustad Fajar dengan rencana mereka yang telah mereka susun, yaitu untuk merampok rumah Ustad Fajar.

Yahud : “Ssstttt!!!”
Azzam : (mengangguk)
Yahud : “Ko ke kamarnya Ustad Fajar, ambil uang dengan barang-barang berharganya di dalam lemarinya, nah?” (sambil berbisik)
Azzam : “Kalo kamu mau ke mana?”
Yahud : “Kalo saya, saya di ruang tengah. Oke mi?”
Azzam : “Oke mi.”
Azzam pun masuk ke kamar Ustad Fajar.

Annisa : “Siapa itu? Bang! Ada orang yang mencuri di rumahnya kita bang!” (sedang membangunkan Ustad Fajar)
Ustad Fajar : “Astagfirullah aladzim…!!! Hei, siapa kamu? Mau apa kamu di rumah saya…?” (sambil menunjuk Azzam)
Azzam : ” …?” (panik)
Ustad Fajar : ”Cepat jawab, siapa kamu? Jangan- jangan kamu mau merampok ya? Rampok… Rampok… Rampok...!” (teriak)
Azzam : (Azzam tak bisa mengelak lagi, secara spontan ia mengeluarkan pisau dan mengarahkannya kepada bapak Ustad Fajar.)
Ustad Fajar : “Mau apa kamu dengan pisau itu hah? ”(tetap bersikap tenang)
Azzam : ”Diam kamu, kalau tidak saya akan membunuhmu!” (panik)
Ustad Fajar : ”Hidup dan matiku hanya Allah SWT. yang menentukan, bukan kamu…!”(menegaskan)
Azzam : “Diam…!”(menusukkan pisau ke tubuh Ustad Fajar)
Annisa : “Masya Allah bang! Bang, bangun bang!” (menangis)

Akhirnya Azzam tidak tahu apalagi yang akan diperbuatnya. Ia tiba-tiba lari ke bawah menemui Yahud dan mengajaknya untuk segera pergi dari rumah itu.

Adegan 6

Keesokan harinya di rumah Azzam, tiba-tiba seorang polisi datang bersama seorang saksi yang tidak lain adalah Annisa, istri dari Ustad Fajar untuk menangkap Azzam. Sedangkan Azzam tidak ada di rumah, ia sedang bersembunyi di rumahnya Yahud.

Polisi : “Assalamualaikum. Betul ini dengan rumah saudara Azzam?”
Fatimah : “Walaikumsalam. Ie kenapa di?” (sambil keheranan)
Polisi : “Kami dari kepolisian ingin mencari saudara Azzam atas keterlibatannya dalam kasus pencurian sekaligus pembunuhan bapak Ustad Fajar.”
Fatimah : “Astagfirullahal’azim...!!! Kita pasti salah pak! Bisanya Azzam da mau bunuh Ustad Fajar? Nah sementara keluargaku kenal dekat sama Ustad Fajar! Tidak mungkin kasihan polisi! Anakku sifatnya seperti itu!” (kaget, kemudian pingsan)
Husnah : “Ibu...!!! Ibu...!!! Bangun ibu...!!! Bu...!!! Saya tidak mau ji kalo ibu meninggal...!!!” (sambil menangis)’
Fatimah : (tidak sadarkan diri dan kemudian meninggal dunia)

Adegan 7

Di tempat lain, Azzam merenungi perbuatan jahatnya selama ini kepada orang lain, terutama kepada ibunya sendiri. Azzam sangat menyesali perbuatannya itu, ia menyadari bahwa terlalu banyak dosa yang telah ia perbuat. Azzam kemudian mengambil air wudu dan menunaikan salat.

Azzam : “Ya Allah, Ya Robbi, hamba-Mu yang hina ini sekarang menundukkan kepala untuk mendapatkan ampunan-Mu Ya Allah. Ampunilah segala kekhilafan hamba Ya Allah, sebab hanya kepada-Mulah hamba memohon ampunan dan kasih sayang. Berikanlah hamba kesempatan untuk meminta maaf kepada mereka yang telah hamba zalimi ya Allah. Tunjukkanlah jalan yang lurus kepadaku, jalan yang telah engkau ridhoi, bukan jalan mereka yang sesat. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Rabbana, atina, fiddunya hasana wa fil akhirati hasana wa kina azabannar, walhamdulillahirrabbilalamin.” (berdoa)

Setelah melaksanakan shalat, Azzam bangun dari duduknya dan segera teringat oleh ibunya.

Azzam : “Ibu...! Ibu...! Aku harus pulang ke rumah untuk menemui ibu...! Aku harus meminta maaf kepada ibu...!”

Adegan 8

Di depan rumahnya, Azzam melihat bendera kain putih telah terpasang di depan rumahnya dan segera masuk ke dalam rumahnya.

Azzam : “Kenapa ini? Kenapa ada bendera putih di rumah?” (bingung)
Husna : “Kak, ibu telah meninggal bang!”
Azzam : “Apa...?!” (menangis)
Husna : “Iya kak...!” (menundukkan kepala sambil menangis)
Azzam : “Ibu......!!! Ibu, maafkan saya...! Maafkan atas segala perbuatan yang saya lakukan! Saya khilaf bu...! Saya sangat menyesal bu! Ibu......!!!” (menangis sambil berteriak).
BACA SELENGKAPNYA...


Mirip dengan Naskah Drama Patuh Pada Orang tua :


0 Komentar untuk "Naskah Drama Patuh Pada Orang tua"
Back To Top